Selasa, 07 Februari 2012

Konsep Alam Dalam Islam



Prolog : Allah telah menciptakan alam,  sekaligus dengan hukum alam yang absolut (tetap, pasti dan objektif). Dalam hal ini, segenap makluk Allah yang berada di langit dan di bumi, termasuk manusia, secara fisik telah taat kepada hukum alam yang absolut ini, baik secara terpaksa maupun sukarela (Thaw’an aw karhan).   Allah pun telah menciptakan aturan tentang  tata prilaku manusia,  baik perilaku sosial ekonomi, social politik, maupun social budaya termasuk cara berpakaian. Hukum tentang tata perilaku ini pun bersifat absolut,  yakni din al-Islam atau hukum  Al-Qur’an.  Namun sayangnya sebahagian besar manusia telah mengesampingkan hukum absolut, lantas memilih, menggunakan dan menaati hukum produk akal manusia yang bersifat relatif, trial and error .  Pantaskah menyandingkan hukum alam yang absolut dengan hukum perilaku  yang relatif ?.

Eksistensi dan Relasi Hukum Alam dan Hukum Al-Qur’an  :
Allah telah menciptakan alam (mikro dan makro) dalam jumlah jenis dan items yang sangat sepktakuler. Dalam tempo enam hari.[1] Supaya alam berjalan dengan tertib maka Allah membuat seperangkat aturan (law). [2] Aturan Allah terbagi dua katagori yakni : Pertama :  Hukum Alam (hukum Kauniyah, ghair mathluwwi = tidak tertulis) tetapi melekat pada alam itu sendiri. Beberapa contoh hukum alam adalah hukum gravitasi, hukum rotasi, hukum daur, dll. Kedua : Hukum agama (hukum Qur'aniyah) yang tertulis (mathluwwi ) di dalam kitab-kitab Allah, seperti larangan berzina, riba, mengumpat dan perintahj berdzikir, shalat, sabar, tawakkal, dll.
Semua hukum Allah, baik hukum Kauniyah maupun Qur'aniyah BERSIFAT ABSOLUT memiliki sifat yang sama yakni (1). Pasti (exact). Allah menjelaskan : "Sesungguhnya Aku menciptakan sesuatu menurut ketentuan yang pasti (QS. 54 : 49). (2). Objektif , yaitu berlaku kepada apa dan siapa saja (QS. 15:21). (3). Tetap, yakni tidak berubah sepanjang waktu (QS. 48 : 23). Karena hukum Allah bersifat pasti, objektif dan tetap, maka bisa dibuat rumus. Apabila hukum berubah-ubah maka tidak mungkin bisa dibuat rumus-rumus hukum alam maupun rumus hukum Agama.
Kalau sesekali ada perubahan hukum Alam seperti nabi Ibrahim dibakar api tidak mati karena apinya menjadi dingin,  itu adalah sunnatullah yang khusus yakni gabungan hukum alam (hukum fisika) dan hukum spiritual, sebagai upaya Allah SWT untuk  memperlihatkan kekuasaan-Nya. Pada kejadian berikutnya tetap mengikuti hukum alam murni.
Segenap alam  baik yang ada di langit dan di bumi, secara fisik telah taat kepada hukum alam. Demikian pula di dalam tubuh manusia sendiri hukum alam berjalan secara otomatis. Manusia telah menaati hukum alam tersebut, baik disadari maupun tidak, baik diridhai (thau'an) maupun dibenci (karhan), seperti hukum alam dalam tubuh tetap berlaku. (QS. 3 : 83).
Perbedaan hukum Alam dengan hukum Agama adalah dalam hal time respons (reaksi waktu). Reaksi atau  akibat hukum Alam jauh  lebih cepat daripada hukum Agama.
Akibat pelanggaran hukum alam dapat cepat dibuktikan melalui pengamatan  panca indera aatau bersifat empirik. Karena bersifat empirik, maka orang mudah meyakini (mengimani) kebenaran hukum alam. Sikap percaya ini kemudian melahirkan sikap hati-hati menghadapi hukum alam. Sikap hati-hati itu disebut taqwa. Lain dengan hukum Al-Qur’an, reaksi akibat pelanggaran hukum Al-Qur’an tidak secepat hukum alam, bahkan ada yang baru bisa dibuktikan di akhirat nanti. Karena akibatnya lambat maka manusia kurang percaya (kurang iman) terhadap hukum Al-Qur’an. Akibatnya lebih jauh adalah manusia kurang berhati-hati (tidak taqwa) kalau berhadapan dengan hukum Al-Qur’an. Dalam keseharian terbukti bahwa orang lebih takut meminum racun daripada memakan uang riba. Padahal memakan uang riba juga berbahaya, tetapi karena akibat makan riba sangat lambat maka orang kurang hati-hati terhadap uang riba.
Kesalahan terbesar manusia adalah mengesampingkan hukum Absolut lantas mengambil hukum relatif produk akal manusia. Seharusnya, manusia sebagai bagian dari alam yang secara fisikal diatur oleh  hukum alam yang absolut, maka   perilakunya pun harus diatur oleh hukum  perilaku yang absolut pula, yakni Al-Qur’an.   Segenap kegiatan manusia,  baik prilaku ritual maupun prilaku mu’amalah (ekonomi, politik, dan  sosial budayal) harus menggunakan hukum absolut (din al-Islam) bukan hukum relatif produk pemikiran filosofis manusia. Dalam skala kecil, berpakaian harus menggunakan hukum absolut, penegakkan HAM harus menggunakan hukum absolut

Azas Kesatuan (Tauhidullah) antara aturan Agama dan Aturan Alam :
Hukum alam adalah ciptaan Allah, hukum Al-Qur’an (Quraniyah) pun ciptaan Allah. kalau begitu, secara logika tidak mungkin kedua hukum itu bertentangan. Apa-apa yang dilarang oleh Al-Qur’an pasti bagus menurut hukum Alam, sebaliknya apa-apa yang dilarang oleh Al-Qur’an pasti buruk menurut hukum Alam. Apa yang dianggap berbahaya menurut hukum Alam pasti oleh Al-Qur'an diharamkan. Sebaliknya apa-apa yang baik menurut hukum Alam,  pasti dianjurkan oleh Al-Qur'an. Inilah azas kesatuan atau disebut azas tauhidullah. Dengan demikian dalam segala aktivitas manusia harus menyelaraskan dengan kedua hukum tersebut secara bersamaan.
Sungguh banyak manusia di dunia ini yang membuat aturan menurut ratio yang dipandu oleh nafsu syaithaniyah, akibatnya  banyak produk hukum/ aturan yang berbahaya bagi kehidupan manusia, misalnya kebolehan aborsi, membiarkan praktik riba, mentolelir minuman keras, melarang poligami, dll.  Dalam hal ini, seorang mukmin wajib memiliki keyakinan tanpa sedikit pun ragu, bahwa hukum Al-Qur'an adalah yang paling baik, selaras dengan hukum Alam, dan paling cocok dengan sifat tabi'at manusia yang fitrah dan hanief (lurus).
Karena hukum Allah terbagi dua maka Ilmu-ilmu Allah pun terbagi dua yakni Ilmu Kauniyah seperti Matematika, Fisika, Biologi, Geologi, Kedokteran serta Ilmu-illmu Qur'aniyah seperti Ulumul Qur'an, Ulumul Hadits,dan  Syari'ah,  Kedua gugusan ilmu itu mustahil bertentangan. Kalau ada pertentangan antara keduanya pasti konklusi salah atau kedua ilmu itu ada yang salah. Dengan demikian sebenarnya tidak ada dikhotimi ilmu.
Apabila manusia berpaling dari hukum Allah yang absolut,  lantas mengambil hukum produk berfikir filosofis  manusia yang oleh Allah dikatagorikan sebagai hukum Jahiliyah, yang bersifat relatif (mudah berubah),  maka pasti manusia  akan mengalami kehidupan yang sempit dan menyesakkan (ma'isyatan dhanka).
Eksistensi Hukum Al-Qur’an bagi Manusia :
Sejak manusia lahir, Allah telah membekali manusia dengan petunjuk yang bersifat naluri (instinc, gharizah, ilham), sehingga bayi bisa menete tanpa belajar lebih dahulu. Ini disebut hidayah ilham atau hidayah wizdan. Tidak cukup dengan naluri, Allah pun memberikan pancaindera. Dengan petunjuk pancaindera manusia bisa melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa. Ini disebut hidayah Hawas.
  Kedua hidayah di atas tidak bisa membuat manusia lebih eksis, maka manusia memerlukan akal agar mampu memahami hukum-hukum alam dengan baik. Dengan akalnya, manusia bisa melahirkan saintek dan seni. Ini disebut hidayah aqli. Akan tetapi pada kenyataannya karena daya nalar manusia sangat terbatas,  maka akal manusia tidak sanggup menembus persoalan yang berada di luar jangkauan akal, misalnya tentang hakikat hidup, soal jin, syurga, neraka, dll. Oleh karena itu,  manusia memerlukan hidayah agama (din/ adyan).
Selanjutnya kita melihat realita di lapangan,  bahwa orang yang sudah mengetahui ilmu agama pun banyak yang tidak mau mengamalkan ilmu yang dimilikinya, sering terjadi pertentangan antara ilmu dengan amalnya.  Oleh karena itu manusia memerlukan hidayah Taufiq, yakni petunjuk dari Allah SWT yang langsung masuk ke dalam hatinya agar seseorang  mau melaksanakan ilmu agamanya. Kemauan untuk mengamalkan ilmu itu disebut hidayah Taufiq (cocok antara ilmu dan amalnya).
Dengan demikian, hidayah yang diperlukan manusia ada lima macam yakni (1). Hidayah Ilhami (wizdan) (2). Hidayah Hawas (Pancaindera). (3). Hidayah Aqli  (4).  Hidayah Din (adfyan) (5). Hidayah Taufiq.
Hidayah Din (Adyan) yang terdapat di dalam Al-Qur’an bersifat absolut , lurus (shirat al-mustaqim) dan mustahil salah. Fungsi hukum Al-Qur’an adalah  untuk mengarur prilaku manusia, baik dalam soal makan dan minum, rumah tangga, berdagang, soal kenegaraan dan hubungan antar negara. Lebih rinci lagi hukum Al-Qur’an (adyan) berfungsi untuk   : (1).  Menjaga keselamatan jasad (hifzdu al-jasad). Untuk itu Allah melarang berkelahi, membunuh, dan memerintah penegakkan hukum secara tegas dan adil,  termasuk hukum qishash dan hudud.  (2).  Menjaga keselamatan psikhis (hifzdu an-Nafs). Salah satunya adanya aturan berdzikir, tawakkal, sabar, qanaah, dan syukur nikmat. (3). Menjaga keselamatan harta (hifdzu al-mal). Salah satunya adalah aturan jual beli,  larangan riba, dan larangan mencuri.  (4). Menjaga keturunan (Hifdzu an-Nasal), Salah satunya adalah aturan pernikahan dan larangan berzina. (5). Menjaga aqal (hifdzu  'aqli). Salah satunya adalah keharusan untuk terus menerus mencari ilmu dan  larangan  meminum khamr.


[1] Dan Dialah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari. (QS. 11 : 7). Di dalam surat al-Hajj, satu hari menurut Allah sama dengan 1000 tahun hitungan manusia. Sedangkann di dalam QS. Al-Ma’arij, satu hari sama dengan 50.000 tahun. Menurut ahli geofisika (yang mendasarkan hidungannya kepada pemnbentukkan batu dan sungai), satu periode sama dengan 600 tahun, sedangkan  menurut ahli astronomi (berdasarkan pergerakan bintang, comet), satu periode bisa mencapai 6 milyar tahun.
[2] Salah satu aturan Allah tentang alam adalah terjadinya siang dan malam. Allah menegaskan :”Sesungguhnuya dalam kejadian langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (bahan pemikiran) bagi orang yang beriman (QS. 3 : 190).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman